"Liat di TV penggalangan dana sampe M M an ya, bantuan sana sini, tapi gak nyampe pintu rumah kita. Malahan dijalan tadi juga ada pembagian nasi kotak tapi yang dikasih ojol doank. aku lewat depannya gak dikasih, tampang aku 'kurang miskin' kali hahaha mbok yaa ada yang ngasih zakat ke kita yah"
Sambil mengelap kameranya agar terhindar dari jamur karena udah jarang dipake, ia bercerita susahnya saat ini akibat dampak corona. Tabungannya sudah menipis untuk membayar tagihan kontrakan dan lain lain. Sungguh mereka pengen pulang kampung dan merasakan kebaikan berbagi seperti ramadhan dan lebaran tahun-tahun sebelumnya.
Tapi dia percaya dan manut banget sama himbauan pemerintah untuk tidak mudik. Karena sayang dengan keluarga di kampung. Pilihan yang sulit memang, tapi demi kebaikan bersama.
Sudah berapa kali bertengkar dengan suami di tengah masa karantina corona ini? Selain penyebaran virus, corona juga menguji kesabaran pasangan suami istri juga ya. Apalagi yang ekonominya benar-benar terdampak seperti aku. Alhamdulillah aku dan suami baru dua kali cekcok dan semoga tidak ada lagi.
Hehehe tapi, dari pada terlalu dalam diambil hati, nanti jadi penyakit mending positif thinking aja kalau keadaan kek gini tu memang lagi susah susahnya. Jadi wajar saja. Bahahaha malah curhat, kan memang disuruh curhat? Sttttt yang baca ini awas jangan berisik ya hahaha
Gara gara work from home scholl from home dan semua from home, sangat berdampak sekali di kehidupan ekonomi aku dan mungkin lebih buanyak orang diluar sana yang merasakan. Barangkali juga ada yang lebih lebih susah dari aku. So apapun itu, aku coba mengambil hikmahnya dan tetap mensyukuri masih diberi kesehatan.
Pekerjaan kami yang biasanya attenting event, bikin dokumen video corporate, video gathering, video event dan sejenisnya, bener-bener mandeg. Yang otomatis pemasukan kita pun bener bener nol. Hanya mengandalkan tabungan yang kian hari kian menipis. Untuk menerima sumbangan beraspun, nampaknya wajah kami kurang meyakinkan hehehe.
Lalu seiring mengikuti informasi, nampaknya kondisi ini tak bisa pulih cepat, butuh waktu berbulan-bulan. Aku pun pusing dan merasa emboh banget. Mana cuaca panas dan gerah. Akhirnya, mbohlah mau mandi dulu keramas dulu me time aja biar relax.
Inspirasi dari Segarnya Shampoo Emeron Soft & Smooth
Inspirasi dari Segarnya Shampoo Emeron Soft & Smooth
Lalu masuklah aku ke kamar mandi. Ku basahin tubuhku dengan air, mulai dari atas rambut hingga ujung kaki. Alhamdulillah puji syukur masih bisa rasakan air bersih. Hal sederhana gini harus kita syukuri. Supaya Tuhan menambah nikmat kita. Bayangkan manusia gerobak? Mau mandi dimana? Keramas berapa hari sekali? Tak terbayangkan.
Lalu ku ambil botol shampo emeron ini. Iya, aku suka emeron karena lebih hemat bagi kondisi aku saat ini, dan yang paling aku suka meski harga hemat tapi kualitasnya bak sampoan di salon plus aromanya seger banget.
Suatu hari aku ngobrol dengan seorang teman tentang panggung sandiwara sosial media. Apakah jalani hidup apa adanya, tampil apa adanya tanpa syarat dan ketentuan di era sosial media ini sungguh sulit? Sosial media ini memang bagai dua sisi mata pisau. Sosial media dunia penuh pencitraan bahkan kepalsuan. Apa yang kita lihat tak sepenuhnya benar. Kadang ‘demi konten’ siapapun rela melakukan apapun agar se ‘menarik perhatian’ mungkin. Agar banjir komentar, love love berterbangan dan siapa tau beruntung bisa viral.
Mungkin kamu pernah dengar cerita tenang seorang yang ternyata punya utang ratusan juta hanya untuk jalan-jalan. Demi apalagi kalau bukan demi eksis di laman instagramnya. Agar terlihat ‘wah’ bisa jalan-jalan ke berbagai negara. Nah, siapa yang menyangka ternyata dia jalan-jalan dari duit hutang.
Aku sendiri juga punya cerita tentang pandangan orang terhadapku karena melihat sosmedku. Aku, aku saja yang menurutku sudah tampil apa adanya, biasa saja di sosmed, tak sedikit teman-teman nan jauh disana, menganggap hidupku ini indah sekali, kaya dan mewah.
Hanya karena keberuntungan-keberuntunganku bisa menjajal berbagai fasilitas mewah seperti hotel, restoran dan tempat wisata. Lalu, apa coba? Tak sedikit teman-teman tiba-tiba dm pinjam uang. Bahahhaa dikiranya aku kaya raya kali ya. Padahal sama saja, hidupku juga penuh perjuangan seperti kalian.
Jujur saja di sosmed aku ini tipe yang tidak peduli tentang follower, tanpa follower palsu. Semua aku jalani hidup apa adanya. Follower ya apa adanya, kontenya ya tanpa kepura-puraan, tanpa tedeng aling-aling. Karena dengan begini, dengan jujur pada diri sendiri hidupku nyaman dan tenang.
Bayangkan saja jika harus beli folllower palsu. Harus mengeluarkan uang sekian sekian untuk beli follower, itupun kabarnya setelah beberapa jangka waktu follower menurun . Lalu harus menata feed semenarik mungkin. Bahkan rela gak makan demi bisa jalan ke tempat hits lalu foto dan upload instagram. Rela gak makan yang penting bisa beli baju kece biar difoto cakep. Hmm…rasanya diperbudak sosmed sekali.
Belum lagi mikirin keseimbangan antara follower dan yang ngelike dan yang komen. Masa iya follower 20K yang ngelike cuma 20 orang dan yang komen cuma 2 orang. Keliatan banget palsunya kan? Akhirnya cari cara lagi biar love dan komennya banyak. Sosmed begini penuh dengan kepalsuan.