Saya memang belum menikah (do’akan segera ya
hehe) tapi, menjadi anak keenam dari tujuh bersaudara membuat saya tau betapa
persiapan penikahan tidaklah sesederhana yang saya pikirkan, amat sangat repot.
Empat kakak kandung saya telah menikah membuat saya semakin hafal dan familiar
dengan kebutuhan, persiapan serta berbagai adat upacara pernikahan. Ada kisah
menjengkelkan yang tak pernah saya lupakan sampai saat ini yaitu tentang
UNDANGAN PERNIKAHAN.
Alkisah, saat itu saya duduk di semester 5 disebuah Universitas Negeri di Yogyakarta, sedang sibuk sibuknya kuliah, banyak tugas lapangan dan lelah. Kakak lelaki saya yang ke empat akan menikah dan mendapatkan calon istri asli orang Yogyakarta, tapi saat itu kakak saya telah bekerja sebagai Dosen di sebuah Universitas Negeri di Jakarta, jadi mereka sementara LDR getooo….
Wal hasil, saya harus membantu kakak saya dalam mempersiapkan segala kebutuhan pernikahan mereka. Calon (saat itu) kakak ipar saya sering sekali mengajak saya untuk menemani dia berbelanja keperluan pernikahan seperti sepatu, sandal, seragam keluarga untuk resepsi dan yang tak ketinggalan adalah UNDANGAN PERNIKAHAN
Siang itu, saya menemani kakak ipar saya untuk mengambil pesanan undangan pernikahan mereka di sebuah percetakan milik sahabat kakak saya. Tapi apa yang terjadi??? Kakak ipar saya tiba tiba mbesengut (cemberut) karena melihat nama yang tertera pada undangan bukanlah nama panggilannya yang familiar.